"Pada dua bulan sebelumnya, kau pasang status dan foto doa sembari menghitung hari hingga Ramadhan tiba.
Pada 10 hari pertama, kau disibukkan oleh segala aktivitas duniamu. Seolah tak membedakan bahwa ini adalah Ramadhan, kecuali lemas dan lapar dahagamu.
Pada 10 hari kedua, kau disibukkan oleh segala macam kegiatan buka bersama. Dari satu perkumpulan hingga perkumpulan lainnya. Maghrib awal waktu terlewat, tarawih pun mungkin tak ingat. Seolah Ramadhan hanya menjadi momen berkumpul kembali, bernostalgia masa silammu sendiri.
Pada 10 hari ketiga, kau disibukkan oleh segala persiapan ke kampung halaman atau lebaran. Ditunjang THR di dompet dan tangan, kau habiskan waktu di berbagai pusat perbelanjaan. Sesekali saja kau ingat, "Ah iya iktikaf." Tapi dalam iktikafmu dengan teman-temanmu pun terdominasi canda tawa, seperti reuni yang berpindah tempat saja. Seolah kau lupa, bahwa Ramadhan yang hampir usai ini memiliki berkah dan kebaikan 1000 bulan. Seperti kau yakin saja, bahwa masih ada Ramadhan tahun depan.
Ramadhan pun usai, kau pasang status dan doa gambarkan kesedihan tak memaksimalkan keberkahan sebulan. Berharap di perpanjang usia, hingga Ramadhan kembali tiba. Kemudian takbir lebaran bergema, beberapa hari kemudian nuansa Ramadhan pun sudah kau lupa. Hingga dua bulan sebelum Ramadhan tiba.
Kemudian semua berulang.
Berulang.
Berulang.
Hingga suatu saat terputus kala ajalmu tiba."
- Itukah Ramadhan kita? Semoga bukan, dan sama sekali jangan sampai demikian. Amin
No comments:
Post a Comment